Kamis, 28 Februari 2008

KH. ABDULLAH ZAWAWI HASBULLAH KEMBANG

Pare Kediri, 08 Pebruari 2008
Pkl. 02.55 WIB

KH. Abdullah Zawawi Hs. adalah seorang ulama. Begitu bertahu-tahun penulis mengenalnya. Meskipun tidak sekaliber ulama-ulama nasional di negeri ini, bagi penulis beliau adalah ulama sejati. Seluruh hidupnya dipersembahkan untuk agama Allah. Hari saat penulis menyusun tulisan ini adalah bertepatan dengan hari meninggalnya Kyai Zawawi, begitu orang banyak menyebutnya. Sayangnya penulis tidak dapat memberikan penghormatan terakhir secara langsung dengan menghadiri pemakaman jenazahnya, pada hari itu pula penulis sedang studi di Pare Kediri. Tulisan sangat sederhana ini dimaksudkan untuk mengenang beliau.

Penulis mengenal Kyai Zawawi sejak pertama kali 'nyantri' di Kembang Dukuhseti Pati Jawa Tengah pada tahun 1995. Saat itu beliau menjabat sebagai Ketua Yayasan Pengembangan Madarijul Huda (YPM) Kembang. Putra KH. Hasbullah ini begitu kharismati, sehingga setiap orang menghormatinya. Ibadahnya, akhlaknya, muasyarohnya dengan sesama makhluk Allah mencerminkan begitu dalam penghayatannya tentang agama ini.

Pertama kali berkomunikasi aktif dengan Kyai Zawawi saat penulis berada di kelas satu Madrasah Tsanawiyah Kembang. Saat itu jam pelajaran kosong, guru yang mengajar tidak hadir. Sudah menjadi kebiasaan kyai Zawawi selama bertahun-tahun sebagai Ketua yayasan untuk menyempatkan berkeliling melihat kondisi yayasan yang dipimpinnya. Begitu melihat kelas kami yang kosong, Kyai Zawawi pun masuk dan bertanya mata pelajaran apa saat itu dan siapa yang mengajar? Lalu dengan begitu perhatian beliau memberikan sebuah soal berupa potongan ayat Surat al-Fatihah "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'iin. Ihdina al-shirat al-mustaqim. syirat al-laziina an'amta alaihim ghairi al-maghdubi alaihim wa laa al-dlollin". Ditulisnya potongan ayat itu di papan tulis dengan sebuah pertanyaan berapakah kalimat fiil dalam ayat tersebut? Ahh... pertanyaan sederhana saja, namun bagi kami yang saat itu baru belajar tentang struktur bahasa arab, pertanyaan beliau saat itu cukup sulit. Karena tak ada yang langsung menjawab, maka beliau memberikan waktu kami berpikir. Beliau meniggalkan kami beberapa saat untuk melihat kelas yang lain. Setelah agak lama beliau kembali, saat itu penulis berusaha menjawab. Penulis menyebutkan ada tiga, beliau lalu membetulkan jawaban penulis yang keliru dan menunjukkan jumlah fiil dalam ayat tersebut.

Penulis belajar Ilmu Balaghah (sastra arab) dari Kyai Zawawi. Saat itu beliau sudah sering sakit-sakitan. Dalam mengajar balaghah (Kitab Jauhar al-Maknun), beliau memberikan penjelasan yang realistis, ilmiah, tapi juga penuh humor. Mungkin agar para santrinya tidak jenuh menerima materi darinya. Hafalan beliau sungguh luar biasa, sehingga setiap santri dibuat kagum karenanya. Betapa tidak. Jauhar al-Maknun bagi Kyai Zawawi seperti Surat al-Ikhlas saja. Dari manapun orang menyebutkan bait kitab itu, beliau dengan ringan mampu meneruskannya. Dari awal kitab, tengah, akhir, atau penggalan bait akhir, bahkan satu kata di salah satu bait dalam kitab jauharul maknun pun beliau mampu melanjutkannya dengan ringan dan tepat sekaligus memberikan murad (maksud) dari bait tersebut. Pernah ada orang yang mengacak dengan memasangkan satu rangkaian bait dengan kalimat dai bait lain, beliau dapat dengan mudah menemukan kekeliruan dan memberikan susunan yang benar. Begitu pun terhadap Nadzom Alfiyah ibn Malik (kitab ilmu tata bahasa arab), dimanapun orang memotong bait alfiyah, meski satu kata beliau mampu melanjutkannya sekaligus memberikan muradnya. Meski demikian, beliau mengaku selalu muthalaah sebelum mengajar, mungkin untuk mengajari semua orang tentang ketawadluan terhadap ilmu.

Beliau juga dikenang sebagai pemimpin yang penuh perhatian (tliti lan open - jawa). Kalau beliau menemukan satu saja hal yang tidak beres, meskipun sangat kecil beliau langsung mengingatkan, walaupun hanya soal letak keset (tempat alas kaki ketika masuk rumah) yang kurang pas. Untuk soal ketelitian beliau ini, penulis mempunyai kenangan tersendiri. Saat kelas dua Aliyah, penulis menjadi lurah pondok. Waktu itu menjelang peringatan haul KH. Hasbullah (ayah Kyai Zawawi) dan sedang ada perbaikan bangunan makam KH. Hasbullah. Walaupun saat itu beliau sudah tidak lagi menjabat sebagai ketua yayasan, namun kepedulian beliau pada sekitarnya masih sangat besar. Setiap hari beliau mengunjungi para pekerja bangunan yang sedang melakukan rehab, untuk sekedar bertanya ini-itu dan memberikan perhatian. Jalur dari dalem (rumah Kyai Zawawi) menuju makam selalu melewati samping bangunan pondok. Demi melihat jendela dan tembok pondok yang tidak lagi terlihat bersih, beliau lalu memanggil lurah pondok. dan itu berarti memanggil penulis. "Mana Ra'sul ma'had (Dimana ketua/lurah pondok)?", tanya beliau kepada santri yang ditemuinya. Santri itu pun segera mencari penulis dan menyampaikan bahwa Kyai Zawawi nimbali (mencari) penulis. Setelah penulis berada di hadapan beliau, beliau menyampaikan bahwa tembok dan jendela pondok sudah kurang layak (tidak bersih lagi) dan menyarankan dicat kembali. Pada saat itu penulis menyampaikan bahwa pengecatan pondok telah dijadwalkan dua minggu lagi. Kyai Zawawi pun memaklumi. Sayangnya, saat itu Kyai Zawawi telah beberapa kali sakit karena usia. Penyakit itu sedikit mempengaruhi daya ingat. Ini tentu saja memberikan kisah unik yang sekaligus mengagumkan. Kyai Zawawi yang sering mengunjungi rehab bangunan makam minimal sekali dalam sehari (bahkan tidak jarang sampai dua kali dalam sehari), maka setiap kali pulang dari mengujungi para pekerja dan melihat jendela pondok berikut temboknya, maka beliau selalu bertanya: Mana ra'sul ma'had? santri pun mencari, lalu penulis menyampaikan jadwal pengecatan itu tanggal sekian. Beliau memaklumi dan membenarkan. namun esoknya kejadian itu berulang, sehingga hampir setiap hari beliau selalu mengingatkan tentang jendela dan tembok pondok yang terlihat kurang bersih. Akhirnya pengurus memutuskan pengecatan diajukan dari rencana semula.

Semoga Allah berikan kekuatan kepada kita untuk melanjutkan perjuangan beliau dan seluruh ulama di nusantara. demi Izzul Islam wa al-Muslimin. semoga Allah menempatkan beliau bersama golongan orang-orang mukmin al-'amilina bi ilmihi, almukhlisina fihi. Amin

5 komentar:

Allyn mengatakan...

Saya menangis baca ini, betapa saya sebagai cucu K.H. Abdullah Zabidi, saudara K.H. Abdullah Zawawi, belum mngenal dekat tokoh2 dr kluarga saya sendiri..

Unknown mengatakan...

Beliau berdua adalah tokoh yang selalu saya ingat dan hirmati. Tahun 1986-1988 mengajar di MTs dan MA YPM Kembang selalu diperhatikan dengan penuh kasih bagaikan seorang bapak kandungku.

badruttamam mengatakan...

Robbi fanfa'na bibarkatihim

Unknown mengatakan...

Alhamdulillah, di tahun itu pula saya ngajar di MTs dan MA YPM. Bagi kami Romo KH. Abd. Zawawi dan Romo KH. Abd. Zabidi merupakan tokoh yang sangat saya kagumi.

Anonim mengatakan...

Sedane tanggal 28 atau 08?